Foto : Koordinator Pro Desa, Ahmad Khoesairi |
Achmad Khoesairi, Koordinator Badan Pekerja LSM Pro Desa, mengatakan bahwa Pro-Desa melihat ada yang janggal dalam proses lelang proyek jembatan tersebut. Maka dari itu Pemerintah Kabupaten Malang harus bersikap tegas atas perkara tersebut.
Pasalnya, pelaksana proyek memenangkan lelang dengan nilai penawaran hampir separuh dari pagu dan nilai harga perkiraan sendiri atau HPS yang sudah ditentukan.
“Seharusnya UPL dan PPK bisa tidak memenangkan penawaran tersebut. Karena penawaran dengan nilai 30 persen dibawah HPS. Dengan begitu pengerjaan jembatan tersebut, diduga ada pengurangan spesifikasi teknis,” ujarnya, Selasa 11/2/2020.
Khoesairi pun mempertanyakan keabsahan dari proses lelang tersebut. Pihaknya menduga, ada mark-up nilai HPS pada proyek Jembatan Krajan tersebut.
Foto : Jembatan Dau dalam kondisi ambruk |
Sebagai informasi, Jembatan Krajan yang menghubungkan Desa Gadingkulon dan Selorejo rusak akibat diterjang air bah belum lama ini. Padahal, jembatan tersebut baru selesai dibangun sekitar beberapa bulan yang lalu.
Jembatan yang dibangun dari APBD tersebut menghabiskan anggaran sekitar Rp 487 juta. Proyek jembatan itu dikerjakan oleh CV Wahyu Sarana yang tercatat beralamat di Desa Mulyoagung, Dau.
Pada prosesnya, pihak CV Wahyu Sarana menang tender setelah memberikan penawaran terendah dari 64 rekanan lainnya. Padahal, pagu proyek tersebut sebetulnya sebesar Rp 700 juta dengan nilai HPS sebesar Rp 670 juta.
Pasca ambruknya jembatan penghubung dua desa tersebut, pihak kepolisian dalam hal ini Polres Malang, juga ikut turun tangan melakukan penyelidikan. (*)
Posting Komentar