Foto : Perwakilan warga ngenep saat mengadukan dipolres malang dengan membawa barang bukti |
Puluhan warga ini merasa kecewa atas Penebangan tiga Pohon tersebut, yang dilakukan oleh Kepela Desa Ngenep, Suwardi. Masyarakat menilai, tiga pohon kemiri yang ditebang itu sebagai penyanggah sumber air di sekitar pohon kemiri tersebut.
koordinator warga Desa Ngenep, Karangploso, Niti Ahmad, saat ditemui awak media do media Center Polres mengatakan bahwa Kades menebang pohin tersebut dengan alasan sudah mati.
“Kades menebang pohon-pohon tersebut dengan alasan sudah mati, tapi pohon masih hidup kok. Penebangan pohon ini membuat warga desa tak terima. Karena keberadaan pohon selain untuk penghijauan, juga menjadi penyanggah sumber air dan kehidupan warga desa,” ujarnya.
Niti Ahmad mengatakan bahwa pihak pemerintahan desa telah melakukan tindakan semena-mena, dengan menyuruh pak Ngateman untuk melakukan pemotongan pohon kemiri tersebut yang berada di atas tanah milik desa.
“Pak Ngeteman melakukan pemotongan pohon kemiri tersebut atas dasar disuruh kamituwo desa Mulyono dan Kades Ngenep, Suwardi. Pihak Desa memotong pohon tersebut tanpa musyawarah dengan warga desa. Padahal, pohon kemiri disekitar sumber sesuai aturan desa tidak boleh ditebang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Niti, menyampaikan bahwa pihak Desa melakukan penebangan pohon pada tanggal 3 Oktober 2019, selang beberapa hari baru mengumpulkan warga untuk diajak musyawarah tentang penebangan pohon tersebut. Bahkan pihak desa tiba-tiba menyerahkan uang sebesar Rp. 2 juta rupiah ke Karang Taruna dan Bendahara desa.
“Apalah artinya uang Rp 2 juta kalau pohon diatas sumber kemudian ditebang. Sehingga karang taruna dan bendahara desa tidak mau menerima uang tersebut karena tidak melalui musyawarah desa lebih dulu,” jelasnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, puluhan perwakilan warga Desa Ngenep, datang ramai-ramai untuk melaporkan ke Polres Malang.
“Kami sudah mengadu ke Unit 2 Satreskrim Polres Malang. Petunjuk dari Unit 2 kita disuruh melengkapi berkas data atau bukti peta tanah krawangan desa. Karena lokasi pohon yang ditebang itu masuk tanah milik desa. Selain itu, kami juga melaporkan kasus pemalsuan data soal tanah milik warga yang dijadikan tempat penampungan sampah, justru diklaim dan diatasnamakan istri dari kepala desa,” pungkasnya. (*)
Posting Komentar